Syech Jangkung. Saridin atau sering disebut Syeh Jangkung adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang terkenal di Karesidenan Pati. Selain terkenal di Pati, Jawa Tengah, Saridin atau Syech Jangkung ternyata juga diakui sebagai leluhur atau nenek moyang warga Dusun Dukuh yang terletak di Desa Glagah Kecamatan Glagah Kabupaten
TANGERANG Peringatan haul ulama besar Raden Kuncung Amarullah yang dikenal dengan sebutan "Ki Rabana" berlokasi di Kampung Cicayur II Desa Cicalengka, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang tidak hanya menjadi tradisi keagamaan, namun sekaligus memperkaya budaya Tangerang, Banten yang harus dirawat dan dijaga bersama-sama.
27 views, 0 likes, 0 loves, 0 comments, 0 shares, Facebook Watch Videos from Visitbanten: Dalam Kunjungan Kerjanya, Kadispar Banten mengunjungi Desa
Uci Turtusi, Abuya Dimyati, K.H Romli, K.H. Ahmad Khaerun, Raden Cimang, Raden Data Saen, Tumenggung Kamil (Wulung Cilik), Pangeran Surya Bajra (Pangeran Surya Ningrat), Pangeran Yudanegara, Sultan Maulana Hasanuddin (Banten), Raden Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati - Cirebon), Abdullah (Raja Cempa Aceh), Ali Nur'alam (Syam
Silsilah keluarga adalah catatan penting yang menghubungkan generasi satu dengan generasi lainnya. Silsilah mencerminkan warisan budaya dan sejarah keluarga, memungkinkan kita untuk mempelajari akar-akar kita dan mengenali nenek moyang kita. Salah satu silsilah keluarga yang menarik adalah Silsilah Raden Aria Wiratanudatar Cikundul. Isi
28.~ Ki Syaikh Ombak & Nyai Ombak. Lokasi Di Hutan Gunung Pasir Suka Limas Kec Cadasari Kab Pandeglang Banten. 29.~ Nyai Ratu Siti Sukasalamah. Lokasi Di Makam Keramat Cakra Wali Desa Tapos Kec Cadasari Kab Pandeglang Banten. 30.~ Syaikh Tubagus Buang & Syaikh Abuya Na'im.
Silsilah Mbah Sambu Lasem adalah salah satu ekspresi budaya yang berharga dari Indonesia. Dalam artikel ini, kita akan mengenal lebih dalam tentang riwayat hidup dan warisan budaya yang ditinggalkan oleh Mbah Sambu Lasem.
Liputan6.com, Jakarta - Film Mencuri Raden Saleh kembali trending usai tayang di Netflix, Kamis (5/1/2023).Film yang dibintangi dibintangi Angga Yunanda, Iqbaal Ramadhan dan Rachel Amanda ini menyedot perhatian publik. Kali ini, kita tak bicara soal film, melainkan sosok Raden Saleh.Raden Saleh Sjarif Bustaman Lahir di Semarang kira-kira tahun 1813/1816 dan Wafat di Bogor pada tanggal 23 April
A A A. JAKARTA - Silsilah Sunan Kudus, sejarah dan cara dakwahnya akan dibahas lebih jauh dalam artikel ini. Sunan Kudus atau Raden Ja'far Shadiq adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang tergabung dalam walisongo. Sunan Kudus juga dikenal sebagai wali dengan sikap toleransinya yang tinggi.
Assalamualaikum.Bertemu kembali bersama saya Raden putra Banten,pada kesempatan hari ini saya akan mengajak sahabat untuk Berziarah ke makam keramat WALYULLA
XsPuavd. Ali Rahmatullah, Raden Rachmat. Link to his profile Notes on 22 Januari 2010 Name in Azmatkhan doc. Sayyid Ahmad Rahmatullah. Name in Alawiyin website RAHMATULLAH-Ibrahim*Asmoro-232. Sunan*Ampel. Reference Link Di Rusia selatan ada sebuah daerah yang disebut Bukhara. Bukhara ini terletak di Samarqand. Sejak dahulu daerah yang disebut Bukhara. Bukhara ini terletak di Samarqand. Sejak dahulu daerah Samarqand dikenal sebagai daerah Islam yang menelorkan ulama-ulama besar seperti sarjana hadist terkenal yaitu Imam Bukhari yang mashur sebagai perawi hadits sahih. Di Samarqand ini ada seorang ulama besar bernama Syekh jamalluddin Jumadil Kubra, seorang Ahlussunnah bermahzab Syafiâi, beliau mempunyai seorang putra bernama Ibrahim. Karena berasal dari Samarqand maka Ibrahim kemudian mendapat tambahan Samarqandi. Orang jawa sangat sukar mengucapkan Samarqandi maka mereka hanya menyebutkan sebagai Syekh Ibrahim Asmarakandi. Syekh Ibrahim Asmarakandi ini diperintah oleh ayahnya yaitu Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra untuk berdaâwah ke negara-negara Asia. Perintah ini dilaksanakan, dan beliau kemudian diambil menantu oleh raja Cempa, dijodohkan dengan putri raja Cempa yang bernama Dewi Candrawulan. Negeri Cempa ini menurut sebagian ahli sejarah terletak di Muangthai. Dari perkawinannya dengan Dewi Candrawulan maka Ibrahim Asmarakandi mendapat dua orang putra yaitu Raden Rahmat atau Sayyid Ali Rahmatullah dan raden Santri atau Sayyid Alim Murtolo. Sedangkan adik Dewi Candrawulan yang bernama Dewi Dwarawati diperistri oleh Prabu Brawijaya Majapahit. Dengan demikian Raden Rahmat itu keponakan Ratu Majapahit dan tergolong putra bangsawan atau pangeran kerajaan. Raja Majapahit sangat senang mendapat istri dari negeri Cempa yang wajahnya tidak kalah menarik dengan Dewi Sari. Sehingga istri-istri lainnya diceraikan, banyak yang diberikan kepada para adipatinya yang tersebar di seluruh Nusantara. Salah satu contoh adalah istri yang bernama Dewi Kian, seorang putri Cina yang diberikan kepada Adipati Ario Damar di Palembang. Ketika Dewi Kian di ceraikan dan diberikan kepada Ario Damar saat itu sedang hamil tiga bulan. Ario Damar tidak diperkenankan menggauli putri Cina itu sampai si jabang bayi terlahir ke dunia. Bayi dari rahim Dewi Kian itulah yang nantinya bernama Raden Hasan atau lebih terkenal dengan nama Raden Patah, salah seorang murid Sunan Ampel yang menjadi raja di Demak Bintoro. Kerajaan Majapahit sesudah ditinggal mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk mengalami kemunduran drastis. Kerajaan terpecah belah karena terjadinya perang saudara, dan para adipati banyak yang tak loyal lagi kepada Prabu Hayam Wuruk yaitu Prabu Brawijaya Kertabhumi. Pajak dan upeti kerajaan tak banyak yang sampai ke istana Majapahit. Lebih sering dinikmati oleh para adipati itu sendiri. Hal ini membuat sang Prabu bersedih hati. Lebih-lebih lagi dengan adanya kebiasaan buruk kaum bangsawan dan para pangeran yang suka berpesta pora dan main judi serta mabuk-mabukan. Prabu Brawijaya sadar betul bila kebiasaan semacam itu diteruskan negara akan menjadi lemah dan jika negara sudah kehilangan kekuatan betapa mudahnya bagi musuh untuk menghancurkan Majapahit Raya. Ratu Dwarawati, yaitu istri Prabu Brawijaya mengetahui kerisauan hati suaminya. Dengan memberanikan diri ia mengajukan pendapat kepada suaminya. âKanda Prabu, agaknya para ponggawa dan rakyat Majapahit sudah tidak takut lagi kepada Sang Hyang Widhi. Mereka tidak segan dan tidak merasa malu melakukan tindakan yang tidak terpuji, pesta pora, foya-foya, mabuk dan judi sudah menjadi kebiasaan mereka bahkan para pangeran dan kaum bangsawan sudah mulai ikut-ikutan. Sungguh berbahaya bila hal ini dibiarkan berlarut-larut. Negara bisa rusak karenanya.â âYa, hal itulah yang membuatku risau selama ini,â sahut Prabu Brawijaya. âLalu apa tindakan Kanda Prabu ?â âAku masih bingung,â kata sang Prabu. âSudah kuusahakan menambah bikhu dan brahmana untuk mendidik dan memperingatkan mereka tapi kelakuan mereka masih tetap seperti semula, bahkan guru-guru agama Hindu dan Budha itu dianggap sepele.â âSaya mempunyai seorang keponakan yang ahli mendidik dalam hal mengatasi kemerosotan budi pekerti,â kata ratu Dwarawati. âBetulkah ?â tanya sang Prabu. âYa, namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putra dari kanda Dewi Candrawulan di Negeri Cempa. Bila kanda berkenan saya akan meminta Ramanda Prabu di Cempa untuk mendatangkan Ali Rahmatullah ke Majapahit ini.â âTentu saja aku akan merasa senang bila Rama Prabu di Cempa bersedia mengirimkan Sayyid Ali Rahmatullah ke Majapahit ini.â Kata Raja Brawijaya. Maka pada suatu hari diberangkatkanlah utusan dari Majapahit ke negeri Cempa untuk meminta Sayyid Ali Rahmatullah datang ke Majapahit. Kedatangan utusan Majapahit disambut gembira oleh raja Cempa, dan raja Cempa tidak keberatan melepas cucunya ke Majapahit untuk meluaskan pengalaman. Keberangkatan Sayyid Ali Rahmat ke Tanah Jawa tidak sendirian. Ia ditemani oleh ayah dan kakaknya. Sebagaimana disebutkan di atas, ayah Sayyid Ali Rahmat adalah Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi dan kakaknya bernama Sayyid Ali Murtadho. Diduga mereka tidak langsung ke Majapahit, melainkan mendarat di Tuban. Tetapi di Tuban, tepatnya di desa Gesikharjo, Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi jatuh sakit dan meninggal dunia, beliau dimakamkan didesa tersebut yang masih termasuk ke camatan Palang kabupaten Tuban. Sayyid Murtadho kemudian meneruskan perjalanan, beliau berdaâwah keliling ke daerah Nusa Tenggara, Madura dan sampai ke Bima. Disana beliau mendapat sambutan raja Pandita Bima, dan akhirnya berdaâwah di Gresik mendapat sebutan Raden Santri, beliau wafat dan dimakamkan di Gresik. Sayyid Ali Rahmatullah meneruskan perjalanan ke Majapahit menghadap Prabu Brawijaya sesuai permintaan Ratu Dwarawati. âNanda Rahmatullah, bersediakah engkau memberikan pelajaran atau mendidik kaum bangsawan dan rakyat Majapahit agar mempunyai budi pekerti mulia ?â tanya sang Prabu. Dengan sikapnya yang sopan tutur kata halus Sayyid Ali Rahmatullah menjawab. âDengan senang hati Gusti Prabu, saya akan berusaha sekuat-kuatnya untuk mencurahkan kemampuan saya mendidik mereka.â âBagus !â sahut sang Prabu. âBila demikian kau akan kuberi hadiah sebidang tanah berikut bangunannya di Surabaya. Di sanalah kau akan mendidik para bangsawan dan pangeran Majapahit agar berbudi pekerti mulia.â âTerima kasih saya haturkan Gusti Prabu,â jawab Sayyid Ali Rahmatullah. Disebutkan dalam literatur bahwa selanjutnya Sayyid Ali Rahmatullah menetap beberapa hari di istana Majapahit dan dijodohkan dengan salah satu putri Majapahit yang bernama Dewi Candrawati. Dengan demikian Sayyid Ali Rahmatullah adalah salah seorang Pangeran Majapahit, karena dia adalah menantu raja Majapahit. Selanjutnya, pada hari yang telah ditentukan berangkatlah rombongan Sayyid Ali Rahmatullah ke sebuah daerah di Surabaya yang disebut sebagai Ampeldenta. Selama dalam perjalanan banyak hal-hal aneh di jumpai rombongan itu. Diantaranya adalah pertemuan Sayyid Ali Rahmatullah dengan seorang gadis bernama Siti Karimah yang kemudian menjadi isterinya. Dan sepanjang perjalanan itu beliau juga melakukan daâwah sehingga bertambahlah anggota rombongan yang mengikuti perjalanannya ke Ampeldenta. Semenjak Sayyid Ali Rahmatullah diambil menantu Raja Brawijaya maka beliau adalah anggota keluarga kerajaan Majapahit atau salah seorang pangeran, para pangeran pada jaman dulu di tandai dengan nama depan Raden. Selanjutnya beliau lebih dikenal dengan sebutan Raden Rahmat. Dan karena beliau menetap di desa Ampeldenta, menjadi penguasa daerah tersebut maka kemudian beliau dikenal sebagai Sunan Ampel. Sunan artinya yang di junjung tinggi atau panutan masyarakat setempat. Langkah pertama yang dilakukan Raden Rachmat di Ampeldenta adalah membangun masjid sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi sewaktu hijrah ke Madinah. Selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat mendidik putra bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau datang berguru kapada beliau. Hasil didikan beliau yang terkenal adalah falsafah Mo Limo atau tidak mau melakukan lima hal tercela yaitu main judi, minum arak atau bermabuk-mabukkan, mencuri, madat atau menghisap madu dan madon atau main perempuan yang bukan isterinya. Prabu Brawijaya sangat senang atas hasil didikan Raden Rahmat. Raja menganggap agama Islam itu adalah ajaran budi pekerti yang mulia, maka ketika Raden Rahmat kemudian mengumumkan ajarannya adalah agama Islam maka Prabu Brawijaya tidak menjadi marah, hanya saja ketika dia diajak untuk memeluk agama Islam ia tidak mau. Raden Rahmat diperbolehkan menyiarkan agama Islam di wilayah Surabaya bahkan diseluruh Majapahit, dengan catatan bahwa rakyat tidak boleh dipaksa, Raden Rahmatpun memberi penjelasan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Setelah Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat sebagai sesepuh Wali Songo, sebagai Mufti atau pemimpin agama Islam se Tanah Jawa. Beberapa murid dan putra Sunan Ampel sendiri juga menjadi anggota Wali Songo, mereka adalah Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah putra Sunan Ampel sendiri. Jasa beliau yang besar adalah pencetus dan perencana lahirnya kerajaan Islam dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah, murid dan menantunya sendiri. Beliau juga turut membantu mendirikan Masjid Agung Demak yang didirikan pada tahun 1477 M. Salah satu diantara empat tiang utama masjid Demak hingga sekarang masih diberi nama sesuai dengan yang membuatnya yaitu Sunan Ampel. Sikap Sunan Ampel terhadap adapt istiadat lama sangat hati-hati, hal ini didukung oleh Sunan Giri dan Sunan Drajad. Seperti yang pernah tersebut dalam permusyawaratan para Wali di masjid Agung Demak. Pada waktu itu Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat istiadat Jawa seperti selamatan, bersaji, kesenian wayang dan gamelan dimasuki rasa keislaman. Mendengar pendapat Sunan Kalijaga tersebut bertanyalah Sunan Ampel âApakah tidak mengkwatirkan di kemudian hari bahwa adat istiadat dan upacara lama itu nanti dianggap sebagai ajaran yang berasal dari agama Islam ? Jika hal ini dibiarkan nantinya akan menjadi bidâah ?â Dalam musyawarah itu Sunan Kudus menjawab pertanyaan Sunan Ampel, âSaya setuju dengan pendapat Sunan Kalijaga, bahwa adat istiadat lama yang masih bisa diarahkan kepada agama Tauhid maka kita akan memberinya warna Islami. Sedang adat dan kepercayaan lama yang jelas-jelas menjurus kearah kemusyrikan kita tinggal sama sekali. Sebagai missal, gamelan dan wayang kulit, kita bisa memberinya warna Islam sesuai dengan selera masyarakat. Adapun tentang kekuatiran Kanjeng Sunan Ampel, saya mempunyai keyakinan bahwa di belakang hari akan ada orang yang menyempurnakannya.â Adanya dua pendapat yang seakan bertentangan tersebut sebenarnya mengandung hikmah. Pendapat Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus ada benarnya yaitu agar agama Islam cepat diterima oleh orang Jawa, dan ini terbukti, dikarenakan dua Wali tersebut pandai mengawinkan adat istiadat lama yang dapat ditolelir Islam maka penduduk Jawa banyak yang berbondong-bondong masuk agama Islam. Pada prinsipnya mereka mau menerima Islam lebih dahulu dan sedikit demi sedikit kemudian mereka akan diberi pengertian akan kebersihan tauhid dalam iman mereka. Sebaliknya, adanya pendapat Sunan Ampel yang menginginkan Islam harus disiarkan dengan murni dan konsekwen juga mengandung hikmah kebenaran yang hakiki, sehingga membuat ummat semakin berhati-hati menjalankan syariat agama secara benar dan bersih dari segala macam bidâah. Dari perkawinannya dengan Dewi Candrawati atau Nyai Ageng Manila Sunan Ampel mendapat beberapa putra di antaranya 1. Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang. 2. Raden Qosim atau Sunan Drajad. 3. Maulana Akhmad atau Sunan Lamongan. 4. Siti Mutmainah 5. Siti Alwiyah 6. Siti Asikah yang diperistri Raden Patah. Adapun dari perkawinannya dengan Nyai Karimah putri Ki Wiryosaroyo beliau dikaruniai dua orang putrid yaitu 1. Dewi Murtasia yang diperistri Sunan Giri. 2. Dewi Mursimah yang diperistri Sunan Kalijaga. Kehebatan para Wali tersebut memang mengagumkan, sebagai bukti adalah kesiapan mereka dalam menerima adanya perbedaan pendapat. Dalam hal adat istiadat rakyat Jawa sudah jelas Sunan Ampel berbeda pendapat dengan Sunan Kudus, Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati. Tetapi mereka tetap bisa hidup rukun damai tanpa terjadi percekcokan yang menjurus pada pertikaian. Bahkan Sunan Kalijaga yang terkenal sebagai pelopor penjaga aliran lama itu menjadi menantu Sunan Ampel. Putra Sunan Ampel sendiri yaitu Sunan Bonang adalah pendukung pendapat Sunan Kalijaga. Sunan Drajad atau Raden Qosim yang juga putra Sunan Ampel pada akhirnya juga memanfaatkan gamelan sebagai media dakwah yang ampuh untuk mendekati rakyat Jawa agar mau menerima Islam. Itulah jiwa besar yang dimiliki para Wali. Saling menghargai medan perjuangan masing-masing anggotanya. Sunan Ampel wafat pada tahun 1478 M, beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel. Setiap hari banyak orang yang berziarah ke makam beliau bahkan pada malam harinya juga. Semoga Allah manaikkan beliau ke derajat yang tinggi, drajad para auliya muqorrobin dan meridhai segala amal beliau. **** kisah dan ajaran Wali Sanga - karya Rasyidi - published by ronKramer Sunan Ampel adalah salah seorang wali di antara Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 di Champa. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa. Menurut beberapa riwayat, orang tua Raden Rahmat, nama lain Sunan Ampel, adalah Maulana Malik Ibrahim menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati. Dalam catatan Kronik Cina dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Cina di Champa oleh Sam Po Bo. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Cina di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Cina di Jiaotung Bangil.[1][2] Sementara itu seorang putri dari Kyai Bantong versi Babad Tanah Jawi alias Syaikh Bantong alias Tan Go Hwat menurut Purwaka Caruban Nagari menikah dengan Prabu Brawijaya V alias Bhre Kertabhumi kemudian melahirkan Raden Fatah. Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu dengan Kyai Bantong. Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad merupakan keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu Brawijaya yang merupakan seorang muslimah. Raden Rahmat dan Raden Santri adalah anak Makhdum Ibrahim putra Haji Bong Tak Keng, keturunan suku Hui dari Yunnan yang merupakan percampuran bangsa Han/Tionghoa dengan bangsa Arab dan Asia Tengah Samarkand/Asmarakandi. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh/Abu Hurairah cucu raja Champa pergi ke Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama Dwarawati puteri raja Champa yang menjadi permaisuri raja Brawijaya. Raja Champa saat itu merupakan seorang muallaf. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh akhirnya tidak kembali ke negerinya karena Kerajaan Champa dihancurkan oleh Kerajaan Veit Nam. Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin = Hikayat Banjar resensi I, nama asli Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan Pasai. Dia datang ke Majapahit menyusul/menengok kakaknya yang diambil istri oleh Raja Mapajahit. Raja Majapahit saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya Patih Maudara kelak Brawijaya VII . Dipati Hangrok alias Girindrawardhana alias Brawijaya VI telah memerintahkan menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh buah perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika Putrinya dijadikan istri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh anak laki-laki. Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai. Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Anak laki-laki dari Putri Pasai dengan raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali. Putra dari Putri Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung tiga bulan. Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini cucu Putri Pasai dan Brawijaya VI dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut Pangeran Giri. Kelak ketika terjadi huru-hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di Ampelgading. Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang proses islamisasi tersebut. Akhirnya Raja Majapahit berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu. Petinggi Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristrikan puteri dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua seorang perempuan diambil sebagai istri oleh Sunan Kudus tepatnya Sunan Kudus senior/Undung/Ngudung, sedang yang laki-laki digelari sebagai Pangeran Bonang. Raja Bungsu sendiri disebut sebagai Pangeran Makhdum. Silsilah[sunting sunting sumber] Sunan Ampel / Raden Rahmat / Sayyid Ahmad Rahmatillah bin Maulana Malik Ibrahim / Ibrahim Asmoro bin Syaikh Jumadil Qubro / Jamaluddin Akbar al-Husaini bin Ahmad Jalaludin Khan bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Al-Muhajir Nasrabad,India bin Alawi Ammil Faqih Hadhramaut bin Muhammad Sohib Mirbath Hadhramaut Ali Kholi' Qosam bin Alawi Ats-Tsani bin Muhammad Sohibus Saumi'ah bin Alawi Awwal bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra binti Muhammad Jadi, Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari Ahmad al-Muhajir, Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi. Keturunan[sunting sunting sumber] Isteri Pertama, yaitu Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo Al-Abbasyi, berputera Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ Sunan Bonang/Bong Ang Syarifuddin/Raden Qasim/ Sunan Drajat Siti Syariâah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran Siti Muthmainnah Siti Hafsah Isteri Kedua adalah Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera Dewi Murtasiyah/ Istri Sunan Giri Dewi Murtasimah/ Asyiqah/ Istri Raden Fatah Raden Husamuddin Sunan Lamongan Raden Zainal Abidin Sunan Demak Pangeran Tumapel Raden Faqih Sunan Ampel 2 Sejarah dakwah[sunting sunting sumber] Syekh Jumadil Qubro alias Haji Bong Tak Keng, dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak bersama sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudra Pasai. Di Kerajaan Champa, Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang akhirnya mengubah Kerajaan Champa menjadi Kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan dengan putri raja Champa adik Dwarawati, dan lahirlah Raden Rahmat. Di kemudian hari Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa tanpa diikuti keluarganya. Sunan Ampel Raden Rahmat datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk menemui bibinya, Dwarawati. Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja Majapahit yang bernama Prabu Kertawijaya. Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban yang bernama Arya Teja. Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim Sunan Bonang, Syarifuddin Sunan Drajat Syarifah, yang merupakan istri dari Sunan Kudus. Mohlimo[3] atau Molimo, Moh tidak mau, limo lima, adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu Moh Mabok tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya. Moh Main tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya. Moh Madon tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya. Moh Madat tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya. Moh Maling tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya. Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan putra dia dari istri dewi Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria Pangeran Sotopuro. Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Sunan Ampel, dikenal dengan Raden Rahmat, nama aslinya Sayid Ali Rahmatullah, ayahnya bernama Syaikh Ibrahim As-Samarqandi, seorang ulama asal Samarkand, Asia Tengah. Ibunya seorang putri raja bernama Candrawulan dari kerajaan Campa, Kamboja. Sedangkan silsilah keturunannya bersambung sampai Rasulullah Saw. melalui jalur Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Saw. Raden Rahmat datang ke pulau Jawa bersama ayah dan saudara tuanya Ali Murtadho, dan Raden Burereh yang sebelumnya tinggal di Campa. Mereka datang bersama sejumlah kerabat. Kedatangannya ke pulau Jawa diperkirakan tahun 1440 M, atas undangan Prabu Sri Kertawijaya M Raja Kerajaan Majapahit, untukvmemperbaiki prilaku masyarakat Majapahit yang konon saat itu mengalami kemunduran dan kemerosotan moral. Kedatangan rombongan ke Majapahit juga dikarenakan adanyavhubungan keluarga antara ibunya dan istri Sri Prabu Kertawijaya, Dewi Darawati, yang berasal dari Campa. Setelah beberapa lama, Raden Rahmat menikah dengan Nyai Ageng Manila,vputri Tumenggung Arya Teja, bupati Tuban yang juga cucu Arya Lembu Sura, Raja Surabaya yang muslim. Dari pernikahannya, lahir anak dan cucu yang menjadi generasi penerus dakwahnya dalam menyebarkan Islam. Begitu pula hubungan kekerabatannya dengan penguasa Surabaya, Arya Lembu Sura, pada gilirannya membawa Raden Rahmat menjadi bupati, penguasa Surabaya. Kedudukan ini memberikan peluang baginya melakukan penyebaran Islam secara leluasa dan merintis pembangunan kota ini didukung pula dengan keberadaan Raja Majapahit, Sri Prabu Kertawijaya 1447 â 1451 M sebagai Maharaja Majapahit yang menaruh perhatian besar dengan perkembangan agama Islam. Dalam perjalanan dakwahnya, Sunan Ampel membangun masjid dan pesantren dan menjadikannya sebagai pusat pengkaderan mubalig yang disebar ke daerah lain di pulau Jawa. Gelar Sunan atau susuhunan yang diperuntukkan pada Raden rahmat diberikan karena kedudukannya sebagai Raja Bupati Surabaya, dan sebagai guru suci di dukuh Ampel yang memiliki kewenangan melakukan baiat bagi para santrinya. Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di samping Masjid Ampel, Kota melakukan dakwah Islam di daerah Jawa, Sunan Ampel punya peran penting dalam pengembangan syiar Islam, yaitu 1. Membentuk Jaringan Kekerabatan Dalam Menyebarkan IslamDalam mengembangkan agama Islam, Sunan Ampel punya peran penting dalam membentuk jaringan kekerabatan melalui perkawinan para penyebar Islam dengan putri-putri penguasa bawahan Majapahit. Strategi inilah yang menjadikan Islam lambat laun semakin kuat dan mendapatkan dukungan para penguasa. Sebagaimana Rasulullah Saw. menguatkan Islam lewat pernikahannya dengan istriistri beliau yang berlatar belakang dari berbagai suku dan agama. Diantara penyiar Islam yang punya hubungan kekerabatan dengan penguasaMajapahit, diantaranyaa Raden Rahmat menikahkan Raden Usen dengan putri Arya Baribin, Adipati Madura. Raden Usen adalah seorang mubalig asal Rusia Selatan dekat Samarkand yang cukup lama ditugaskan sebagai imam dan mengislamkan masyarakat Sumenep, Madurab Syaikh Waliyul Islam menikah dengan Putri Retno Sambodi, anak penguasa Pasuruan, Lembu Mirudha atau dikenal dengan Mbah Gunung Syaikh Maulana Garib dinikahkan dengan Niken Sundari, putri Patih Majapahit bernama Putri SunanAmpel, Adik Mas Murtosiyah dinikahkan dengan santrinya Raden Paku atau dikenal dengan Sunan Giri, begitu pula putrinya Mas Murtosimah dinikahkan dengan Raden Patah yang menjabat Adipati dan jaringan kekeluargaan antar penguasa dan penyebar Islam menjadikan agama Islam cepat meluas di berbagai daerah melalui peran para Wali Melakukan Perubahan Menuju Tradisi Bernilai KeislamanMasyarakat pesisir utara Jawa adalah masyarakat yang hidup dalam tradisi dan budaya yang turun temurun. Dalam dakwahnya, Sunan Ampel membawa ajaran Islam yang disampaikan dengan cara-cara damai, moderat, toleran dan menyesuaikan tradisi masyarakat yang telah ada mengandung nilai-nilai Islam. Sebelum kedatangan para penyiar Islam, orang-orang Majapahit mengenalupacara peringatan terhadap orang mati, disebut sraddha , sebuah upacara peringatan atas kematian seseorang pada tahun ke-dua belas. Setelah kedatangan penyiar Islam Campa yang dipelopori Sunan Ampel, penduduk Majapahit mulai memperingati tradisi kenduri, dan memperingati kematian seseorang pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000. Dalam prakteknya, masyarakat berkumpul mendatangi keluarga yang ditinggal, lalu acara diisi dengan zikir, tahlildan doa. Tradisi keagamaan ini, bukanlah berasal dari ajaran Hindu-Budha, tetapi merupakan tradisi keagamaan muslim Campa yang dikenalkan Sunan Membangun Masjid dan Pesantren Sebagai Pusat Penyebaran Ampel merupakanbangunan tempat ibadah yang menyimpan sejarah, didirikan pada tahun 1421 M. Arsitektur masjidnya memadukan arsitektur Hindu Budha dan khazanah Islam untuk kepentingan dakwah. Model atap tumpang pada masjid menggambarkan adanya akulturasi budaya Islam dan Hindhu-Budha. Tiangtiang masjid masih kokoh hingga sekarang. Selain membangun Masjid Sunan Ampel juga membangun pesantren, tempat mengajarkan murid-muridnya membaca Al-Qurâan, syariat dan tasawuf. Di tempat ini pula, ia mengkader para santri-santri yang akan melanjutkan dakwahIslam, diantaranyaSunan Giri, Raden Patah, Raden Kusen, Sunan Bonang, Raden Kusen dan Sunan Derajat. Ajarannya yang banyak dikenal adalah falsafah limo atau tidak melakukan lima hal a moh main atau tidak berjudi, b moh ngombe atau tidak mabuk-mabukan, c moh maling atau tidak mencuri, d moh madat atau tidak mengisap candu, dan e moh madon atau tidak Sikap Positip Dalam Pribadi Sunan AmpelDalam usaha menyebarkan dan mengembangkan dakwah Islam di Indonesia, Sunan Ampel patut menjadi teladan dalam sikap positip yang ditunjukkan. Diantaranya1. Berdakwah dengan santun penuh kearifan, dengan tanpa caci maki terhadap pendapat dan agama lain. Kisah teladan menarik ketika Sunan Ampel mengajak Prabu Brawijaya V Sri Prabu Kertawijaya memeluk Islam, meskipun akhirnya tidak memeluk agama Islam namun ia terkesan dengan ajaran agama Islam sebagai ajaran budi pekerti yang Toleran dan selalu menjalin hubungan baik dengan semua kalangan. Menghadapi kebudayaan Jawa dan Nusatra yang sudah sangat tua, yang masih kental dengan tradisi Hindu-Budha dan agama Kapitayan agama asli nenek moyang orang-orang Nusantara , Sunan Ampel secara perlahan melakukan perubahan tradisi, menggelar kegiatan-kegiatan yang bernilai islami. 3. Seorang guru yang mendidik dengan penuh keihklasan dalam menyampaikan ilmu kepada murid-muridnya, sehingg lahir generasi penyebar Islam ke penjuru Nusantara. Perinsip dakwah yang disampaikan para Wali Songo seiring dengan ajaran agama yang menjunjung nilai-nilai akhlak mulia sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw.
ï»żI. Batara Tesnajati[sunting] Batara Tesnajati adalah tokoh pendiri Kabataraan Gunung Sawal, ia mempunyai seorang putera bernama Batara Layah. Petilasan Batara Tesnajati terdapat di Karantenan Gunung Sawal. II. Batara Layah[sunting] Batara Layah menggantikan ayahnya sebagai Batara di Karantenan Gunung Sawal Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Batara Karimun Putih. III. Batara Karimun Putih[sunting] Ia menggantikan ayahnya menjadi Batara di Gunung Sawal Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Prabu Sanghyang Rangga Sakti. Petilasan Batara Karimun Putih terletak di Pasir Kaputihan, Gunung Sawal. IV. Prabu Sanghyang Rangga Gumilang[sunting] Sanghyang Rangga Gumilang naik tahta Panjalu menggantikan ayahnya, ia dikenal juga sebagai Sanghyang Rangga Sakti dan pada masa pemerintahaanya terbentuklah suatu pemerintahan yang berpusat di Dayeuhluhur Maparah setelah berakhirnya masa Kabataraan di Karantenan Gunung Sawal Panjalu. Sanghyang Rangga Gumilang menikahi seorang puteri Galuh bernama Ratu Permanadewi dan mempunyai seorang putera bernama Sanghyang Lembu Sampulur. Petilasan Prabu Sanghyang Rangga Gumilang terletak di Cipanjalu. V. Prabu Sanghyang Lembu Sampulur I[sunting] Sanghyang Lembu Sampulur I naik tahta sebagai Raja Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Sanghyang Cakradewa. VI. Prabu Sanghyang Cakradewa[sunting] Sanghyang Cakradewa memperisteri seorang puteri Galuh bernama Ratu Sari Kidang Pananjung dan mempunyai enam orang anak yaitu 1 Sanghyang Lembu Sampulur II, 2 Sanghyang Borosngora, 3 Sanghyang Panji Barani, 4 Sanghyang Anggarunting, 5 Ratu Mamprang Kancana Artaswayang, dan 6 Ratu Pundut Agung diperisteri Maharaja Sunda. Petilasan Prabu Sanghyang Cakradewa taerdapat di Cipanjalu. VII.1. Prabu Sanghyang Lembu Sampulur II[sunting] Sanghyang Lembu Sampulur II naik tahta menggantikan Prabu Sanghyang Cakradewa, akan tetapi ia kemudian menyerahkan singgasana kerajaan kepada adiknya yaitu Sanghyang Borosngora,sedangkan ia sendiri hijrah dan mendirikan kerajaan baru di Cimalaka Gunung Tampomas Sumedang. VII.2. Prabu Sanghyang Borosngora[sunting] Sanghyang Borosngora naik tahta Panjalu menggantikan posisi kakaknya, ia kemudian membangun keraton baru di Nusa Larang. Adiknya yang bernama Sanghyang Panji Barani diangkat menjadi Patih Panjalu. Di dalam Babad Panjalu tokoh Prabu Sanghyang Borosngora ini dikenal sebagai penyebar Agama Islam dan Raja Panjalu pertama yang menganut Islam, benda-benda pusaka peninggalannya masih tersimpan di Pasucian Bumi Alit dan dikirabkan pada setiap bulan Maulud setelah terlebih dulu disucikan dalam rangkaian prosesi acara adat Nyangku. Sanghyang Borosngora mempunyai dua orang putera yaitu 1 Rahyang Kuning atau Hariang Kuning, dan 2 Rahyang Kancana atau Hariang Kancana. Prabu Sanghyang Borosngora juga didamping oleh Guru Aji Kampuhjaya dan Bunisakti, dua orang ulama kerajaan yang juga merupakan senapati-senapati pilih tanding. Petilasan Prabu Sanghyang Borosngora terdapat di Jampang Manggung Sukabumi, sedangkan petilasan Sanghyang Panji Barani terdapat di Cibarani Banten. VIII.1. Prabu Rahyang Kuning[sunting] Rahyang Kuning menggantikan Sanghyang Borosngora menjadi Raja Panjalu, akibat kesalahpahaman dengan adiknya yang bernama Rahyang Kancana sempat terjadi perseteruan yang akhirnya dapat didamaikan oleh Guru Aji Kampuh Jaya dari Cilimus. Rahyang Kuning kemudian mengundurkan diri dan menyerahkan tahta Panjalu kepada Rahyang Kancana. VIII.2. Prabu Rahyang Kancana[sunting] Rahyang Kancana melanjutkan tahta Panjalu dari kakaknya, untuk melupakan peristiwa berdarah perang saudara di Ranca Beureum ia memindahkan kaprabon dari Nusa Larang ke Dayeuh Nagasari, sekarang termasuk wilayah Desa Ciomas Kecamatan Panjalu. Rahyang Kancana mempunyai dua orang putera yaitu 1 Rahyang Kuluk Kukunangteko atau Hariang Kuluk Kukunangteko, dan 2 Rahyang Ageung atau Hariang Ageung. Prabu Rahyang Kancana setelah mangkat dipusarakan di Nusa Larang Situ Lengkong. Pusara Prabu Rahyang Kancana sampai sekarang selalu ramai didatangi para peziarah dari berbagai daerah di Indonesia. IX.1. Prabu Rahyang Kuluk Kukunangteko[sunting] Rahyang Kuluk Kukunangteko menggantikan Rahyang Kancana menduduki tahta Panjalu, ia didampingi oleh adiknya yang bernama Rahyang Ageung sebagai Patih Panjalu. Sang Prabu mempunyai seorang putera bernama Rahyang Kanjut Kadali Kancana atau Hariang Kanjut Kadali Kancana. Pusara Rahyang Kuluk Kukunangteko terletak di Cilanglung, Simpar, Panjalu. X. Prabu Rahyang Kanjut Kadali Kancana[sunting] Rahyang Kanjut Kadali Kancana menggantikan ayahnya sebagai Raja Panjalu, ia mempunyai seorang putera bernama Rahyang Kadacayut Martabaya atau Hariang Kadacayut Martabaya. Rahyang Kanjut Kadali Kancana setelah mangkat dipusarakan di Sareupeun Hujungtiwu, Panjalu. XI. Prabu Rahyang Kadacayut Martabaya[sunting] Rahyang Kadacayut Martabaya naik tahta menggantikan ayahnya, ia mempunyai seorang anak bernama Rahyang Kunang Natabaya atau Hariang Kunang Natabaya. Rahyang Kadacayut Martabaya jasadnya dipusarakan di Hujungwinangun, Situ Lengkong Panjalu. XII. Prabu Rahyang Kunang Natabaya[sunting] Rahyang Kunang Natabaya atau Hariang Kunang Natabaya menduduki tahta Panjalu menggantikan ayahnya, ia menikah dengan Apun Emas. Apun Emas adalah anak dari penguasa Kawali bernama Pangeran Mahadikusumah atau Apun di Anjung yang dikenal juga sebagai Maharaja Kawali 1592-1643 putera Pangeran Bangsit 1575-1592. Sementara adik Apun Emas yang bernama Tanduran di Anjung menikah dengan Prabu di Galuh Cipta Permana 1595-1608 dan menurunkan Adipati Panaekan. Dari perkawinannya dengan Nyai Apun Emas, Prabu Rahyang Kunang Natabaya mempunyai tiga orang putera yaitu 1 Raden Arya Sumalah, 2 Raden Arya Sacanata, dan 3 Raden Arya Dipanata kelak diangkat menjadi Bupati Pagerageung oleh Mataram. Pada masa kekuasaan Prabu Rahyang Kunang Natabaya ini, Panembahan Senopati 1586-1601 berhasil menaklukkan Cirebon beserta daerah-daerah bawahannya termasuk Panjalu dan Kawali menyusul kemudian Galuh pada tahun 1618. Pusara Prabu Rahyang Kunang Natabaya terletak di Ciramping, Desa Simpar, Panjalu. XIII.1. Raden Arya Sumalah[sunting] Arya Sumalah naik tahta Panjalu bukan sebagai Raja, tapi sebagai Bupati di bawah kekuasaan Mataram. Ia menikah dengan Ratu Tilarnagara puteri dari Bupati Talaga yang bernama Sunan Ciburuy atau yang dikenal juga dengan nama Pangeran Surawijaya, dari pernikahannya itu Arya Sumalah mempunyai dua orang anak, yaitu 1 Ratu Latibrangsari dan 2 Raden Arya Wirabaya. Arya Sumalah setelah wafat dimakamkan di Buninagara Simpar, Panjalu. XIII.2. Pangeran Arya Sacanata atau Pangeran Arya Salingsingan[sunting] Raden Arya Sumalah wafat dalam usia muda dan meninggalkan putera-puterinya yang masih kecil. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan di Kabupaten Panjalu Raden Arya Sacanata diangkat oleh Sultan Agung 1613-1645 sebagai Bupati menggantikan kakaknya dengan gelar Pangeran Arya Sacanata. Pangeran Arya Sacanata juga memperisteri Ratu Tilarnagara puteri Bupati Talaga Sunan Ciburuy yang merupakan janda Arya Sumalah. Pangeran Arya Sacanata mempunyai banyak keturunan, baik dari garwa padminya yaitu Ratu Tilarnagara maupun dari isteri-isteri selirnya ada sekitar 20 orang anak, anak-anaknya itu dikemudian hari menjadi pembesar-pembesar di tanah Pasundan. Dua belas diantara putera-puteri Pangeran Arya Sacanata itu adalah 1 Raden Jiwakrama Cianjur, 2 Raden Ngabehi Suramanggala, 3 Raden Wiralaksana Tengger, Panjalu, 4 Raden Jayawicitra Pamekaran, Panjalu, 5 Raden Dalem Singalaksana Cianjur, 6 Raden Dalem Jiwanagara Bogor, 7 Raden Arya Wiradipa Maparah, Panjalu, 8 Nyi Raden Lenggang, 9 Nyi Raden Tilar Kancana, 10 Nyi Raden Sariwulan Gandasoli, Sukabumi, 11 Raden Yudaperdawa Gandasoli, Sukabumi, dan 12 Raden Ngabehi Dipanata. XIV.7. Raden Arya Wiradipa[sunting] Arya Wiradipa memperisteri Nyi Mas Siti Zulaikha puteri Tandamui dari Cirebon, ia bersama kerabat dan para kawula-balad abdi dan rakyatnya dari keraton Talaga mendirikan pemukiman yang sekarang menjadi Desa Maparah, Panjalu. Dari pernikahannya itu Arya Wiradipa mempunyai empat orang anak, yaitu 1 Raden Ardinata, 2 Raden Cakradijaya, 3 Raden Prajasasana, dan 4 Nyi Raden Ratna Gapura. XV. 3. Raden Tumenggung Cakranagara I[sunting] Raden Prajasasana yang setelah dewasa dikenal juga dengan nama Raden Suragostika mengabdi sebagai pamong praja bawahan Pangeran Arya Cirebon 1706-1723 yang menjabat sebagai Opzigter Pemangku Wilayah VOC untuk wilayah Priangan Jawa Barat dan bertugas mengepalai dan mengatur para bupati Priangan. Raden Suragostika yang dianggap berkinerja baik dan layak menduduki jabatan bupati kemudian diangkat oleh Pangeran Arya Cirebon menjadi Bupati Panjalu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara menggantikan Tumenggung Wirapraja. Tumenggung Cakranagara I memperisteri Nyi Raden Sojanagara puteri Ratu Latibrangsari kakak Arya Wirabaya sebagai garwa padmi permaisuri dan menurunkan tiga orang putera, yaitu 1 Raden Cakranagara II, 2 Raden Suradipraja, dan 3 Raden Martadijaya. Sementara dari garwa ampil isteri selir Tumenggung Cakranagara I juga mempunyai empat orang puteri, yaitu 4 Nyi Raden Panatamantri, 5 Nyi Raden Widaresmi, 6 Nyi Raden Karibaningsih, dan 7 Nyi Raden Ratnaningsih. Tumenggung Cakranagara I setelah wafat dimakamkan di Cinagara, Desa Simpar, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis. XVI.1. Raden Tumenggung Cakranagara II[sunting] Raden Cakranagara II menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Bupati Panjalu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara II, sedangkan adiknya yang bernama Raden Suradipraja diangkat menjadi Patih Panjalu dengan gelar Raden Demang Suradipraja. Tumenggung Cakranagara II mempunyai enam belas orang anak dari garwa padmi dan isteri selirnya, keenambelas putera-puterinya itu adalah 1 Nyi Raden Wijayapura, 2 Nyi Raden Natakapraja, 3 Nyi Raden Sacadinata, 4 Raden Cakradipraja, 5 Raden Ngabehi Angreh, 6 Raden Dalem Cakranagara III, 7 Nyi Raden Puraresmi, 8 Nyi Raden Adiratna, 9 Nyi Raden Rengganingrum, 10 Nyi Raden Janingrum, 11 Nyi Raden Widayaresmi, 12 Nyi Raden Murdaningsih, 13 Raden Demang Kertanata, 14 Raden Demang Argawijaya, 15 Nyi Raden Adipura, dan 16 Nyi Raden Siti Sarana. Tumenggung Cakranagara II setelah wafat dimakamkan di Puspaligar, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis. XVII.6. Raden Tumenggung Cakranagara III[sunting] Raden Cakranagara III sebagai putera tertua dari garwa padmi permaisuri menggantikan posisi ayahnya sebagai Bupati Panjalu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara III. Pada tahun 1819 ketika Pemerintah Hindia-Belanda dibawah pimpinan Gubernur Jenderal Baron Van der Capellen 1816-1836 dikeluarkanlah kebijakan untuk menggabungkan Kabupaten Panjalu, Kawali, Distrik Cihaur dan Rancah kedalam Kabupaten Galuh. Berdasarkan hal itu maka Tumenggung Cakranagara III dipensiunkan dari jabatannya sebagai Bupati Panjalu dan sejak itu Panjalu menjadi kademangan daerah setingkat wedana di bawah Kabupaten Galuh. Pada tahun itu Bupati Galuh Wiradikusumah digantikan oleh puteranya yang bernama Adipati Adikusumah 1819-1839, sedangkan di Panjalu pada saat yang bersamaan putera tertua Tumenggung Cakranagara III yang bernama Raden Sumawijaya diangkat menjadi Demang Wedana Panjalu dengan gelar Raden Demang Sumawijaya, sementara itu putera ketujuh Tumenggung Cakranagara III yang bernama Raden Cakradikusumah diangkat menjadi Wedana Kawali dengan gelar Raden Arya Cakradikusumah. Tumenggung Cakranagara III mempunyai dua belas orang putera-puteri, yaitu 1 Raden Sumawijaya Demang Panjalu, 2 Raden Prajasasana Kyai Sakti Nusa Larang, Panjalu, 3 Raden Aldakanata, 4 Raden Wiradipa, 5 Nyi Raden Wijayaningrum, 6 Raden Jibjakusumah, 7 Raden Cakradikusumah Wedana Kawali, 8 Raden Cakradipraja, 9 Raden Baka, 10 Nyi Raden Kuraesin, 11 Raden Tumenggung Prajadinata Kuwu Maparah 12Raden Raksadipraja Kuwu Ciomas, Panjalu, dan Tumenggung Cakranagara III wafat pada tahun 1853 dan dipusarakan di Nusa Larang Situ Lengkong Panjalu berdekatan dengan pusara Prabu Rahyang Kancana putera Prabu Sanghyang Borosngora. XVIII.1. Raden Demang Sumawijaya[sunting] Raden Sumawijaya pada tahun 1819 diangkat menjadi Demang Panjalu dengan gelar Raden Demang Sumawijaya. Adiknya yang bernama Raden Cakradikusumah pada waktu yang berdekatan juga diangkat menjadi Wedana Kawali dengan gelar Raden Arya Cakradikusumah. Demang Sumawijaya mempunyai tiga orang anak, yaitu 1 Raden Aldakusumah, 2 Nyi Raden Asitaningsih, dan 3 Nyi Raden Sumaningsih. Demang Sumawijaya setelah wafat dimakamkan di Nusa Larang Situ Lengkong Panjalu. XIX.1. Raden Demang Aldakusumah[sunting] Raden Aldakusumah menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Demang Panjalu dengan gelar Raden Demang Aldakusumah, ia menikahi Nyi Raden Wiyata Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu dan mempunyai empat orang anak, yaitu 1 Raden Kertadipraja Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu, 2 Nyi Raden Wijayaningsih, 3 Nyi Raden Kasrengga Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu, dan 4 Nyi Raden Sukarsa Karamasasmita Reumalega, Desa Krtamandala, Panjalu. Semantara itu adik sepupunya yang bernama Raden Argakusumah putera Wedana Kawali Raden Arya Cakradikusumah diangkat menjadi Bupati Dermayu sekarang Indramayu dengan gelar Raden Tumenggung Cakranagara IV. Raden Demang Aldakusumah dan Raden Tumenggung Argakusumah Cakranagara IV setelah wafatnya dimakamkan di Nusa Larang Situ Lengkong Panjalu. XX.1. Raden Kertadipraja[sunting] Putera tertua Demang Aldakusumah yang bernama Raden Kertadipraja tidak lagi menjabat sebagai Demang Panjalu karena Panjalu kemudian dijadikan salah satu desa/kecamatan yang masuk kedalam wilayah kawedanaan Panumbangan Kabupaten Galuh, sementara ia sendiri tidak bersedia diangkat menjadi Kuwu Kepala Desa Panjalu. Pada tahun 1915 Kabupaten Galuh berganti nama menjadi Kabupaten Ciamis. Raden Kertadipraja Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu menikahi Nyi Mas Shinta Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu dan menurunkan empat orang anak yaitu 1 Raden Hanafi Argadipraja Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu, 2 Nyi Raden Aminah - Adkar Cirebon, 3Nyi Raden Hasibah - Junaedi Reumalega, Desa Kertamandala Panjalu, 4 Nyi Raden Halimah - Suminta Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu, 5 Raden Ahmad Kertadipraja Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu, dan 6 Nyi Raden Aisah - Padma Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu. XXI.1. Raden Hanafi Argadipraja[sunting] Raden Hanafi Argadipraja menikahi Nyi Raden Dewi Hunah Murtiningsih Reumalega, Desa Kertamandala, Panjalu puteri dari Kuwu Cimuncang sekarang Desa Jayagiri, Panumbangan, Ciamis bernama Raden Nitidipraja dan menurunkan putera-puteri 1 Nyi Raden Sukaesih Abdullah, 2 Raden H. Muhammad Tisna Argadipraja, 3 Raden Galil Aldar Argadipraja, 4 Nyi Raden Hj. Siti Maryam Mansyur, dan 5 Nyi Raden Siti Rukomih Sukarsana. XXI.4. Raden Ahmad Kertadipraja[sunting] Raden Ahmad Kertadipraja menurunkan putera-puteri 1 Raden H. Afdanil Ahmad, 2 Raden Nasuha Ahmad, 3 Nyi Raden Kania Ahmad, dan 4 Raden Subagia Ahmad, Sumber[sunting] Argadipraja, R. Duke. 1992. Babad Panjalu Galur Raja-raja Tatar Sunda. Bandung Mekar Rahayu. [1]